SUKU DAYAK
Dayak adalah suku-suku asli yang
mendiami Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki budaya
terestrial (daratan, bukan budaya maritim). Sebutan ini adalah sebutan umum
karena orang Daya terdiri dari beragam budaya dan bahasa. Dalam arti sempit,
Dayak hanya mengacu kepada suku Ngaju (rumpun Ot Danum) di Kalimantan Tengah,
sedangkan arti yang luas suku Dayak terdiri atas 6 rumpun suku. Suku Bukit di
Kalimantan Selatan dan Rumpun Iban diperkirakan merupakan suku Dayak yang
menyeberang dari pulau Sumatera. Sedangkan suku Maloh di Kalimantan Barat
perkirakan merupakan suku Dayak yang datang dari pulau Sulawesi. Penduduk
Madagaskar menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Maanyan, salah satu
bahasa Dayak (Rumpun Barito).
Dayak
pada masa kini
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi
dalam enam rumpun besar, yakni:
- Kenyah-Kayan-Bahau
- Ot Danum
- Iban
- Murut
- Klemantan
- Punan.
Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam
kurang lebih 405 sub-rumpun. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-rumpun,
kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri
tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat
dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang,hasil
budaya material seperti tembikar, [mandau], sumpit, beliong (kampak Dayak),
pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari.
Perkampungan Dayak biasanya disebut [lewu]/[lebu], sedangkan perkampungan
kelompok suku-suku Melayu disebut benua]/[banua]. Di kecamatan-kecamatan di
Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang
memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda, tetapi di daerah perkampungan
suku-suku Melayu tidak ada sistem kepemimpinan adat kecuali raja-raja lokal.
Menurut Prof. Lambut dari[Univesitas
Lambung Mangkurat], secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi: -
Dayak [Mongoloid] - Dayak [Melayu|Malayunoid] - Dayak
[Australoid|Autrolo-Melanosoid] - Dayak [Heteronoid]
Senjata Sukubangsa Dayak
- Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
- Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
- Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
- Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
- Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.
Totok Bakakak (kode) yang umum dimengerti Sukubangsa Dayak
- Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan perang, dalam bahasa Dayak Ngaju "Asang".
- Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
- Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.
- Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.
- Mengirim Abu, berarti ada rumah terbakar.
- Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama korban tidak disebutkan.
- Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah tua meninggal dunia.
- Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan tajau.
- Daun sawang/jenjuang yang digaris (Cacak Burung) dan digantung di depan rumah, hal ini menunjukan bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.
- Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat batangnya ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau memetik buah yang ada dipohon itu.
Tradisi Penguburan
Tradisi penguburan dan upacara adat
kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem
penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di
Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
- penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
- penguburan di dalam peti batu (dolmen)
- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Pada umumnya terdapat dua tahapan
penguburan:
- penguburan tahap pertama (primer)
- penguburan tahap kedua (sekunder).
Penguburan sekunder
Penguburan sekunder tidak lagi
dilakukan di goa. Di hulu sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan
Pujungan, Malinau, Kaltim, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang
merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan
menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam
bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga
cara penguburan, yakni :
- dikubur dalam tanah
- diletakkan di pohon besar
- dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan sekunder
- Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
- Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
- wara
- marabia
- mambatur (Dayak Maanyan)
- kwangkai (Dayak Benuaq)
Macam Suku Dayak
- Suku Dayak Abal
- Suku Dayak Bakumpai
- Suku Dayak Bentian
- Suku Dayak Benuaq
- Suku Dayak Bidayuh
- Suku Dayak Bukit
- Suku Dayak Darat:Dayak Mali
- Suku Dayak Dusun
- Suku Dayak Dusun Deyah
- Suku Dayak Dusun Malang
- Suku Dayak Dusun Witu
- Suku Dayak Kadazan
- Suku Dayak Lawangan
- Suku Dayak Maanyan
- Suku Dayak Mali
- Suku Dayak Mayau
- Suku Dayak Meratus
- Suku Dayak Mualang
- Suku Dayak Ngaju
- Suku Dayak Ot Danum
- Suku Dayak Samihim
- Suku Dayak Seberuang
- Suku Dayak Siang Murung
- Suku Dayak Tunjung
Referensi
- Cfr. Tom Harrisson, "The Prehistory of Borneo", dalam Pieter van de Velde (ed.), Prehistoric Indonesia a Reader (Dordrecht-Holland: Foris Publications, 1984), hlm. 299-322
- Peter Bellwood, “The Prehistory of Borneo”, dalam Borneo Research Bulletin, 24/9 (1992), hlm. 7-13
- Kathy MacKinnon, The Ecology of Indonesian Series Volume III: The Ecology of Kalimantan, (Singapore: Periplus Editions Ltd., 1996), hlm. 255-363
- bdk. P.J. Veth, "The Origin of the Name Dayak", dalam Borneo Research Bulletin, 15/2 (September 1983), hlm. 118-121
- Fridolin Ukur, "Kebudayaan Dayak", dalam Kalimantan Review, 22/I (Juli-Desember 1992), hlm. 3-10